Page Nav

HIDE

Gradient Skin

Gradient_Skin

Responsive Ad

Gula Impor Lagi, Pemerintah Harus Apa?

Jika kopi terlalu pahit, siapa yang salah? Gula lah yang disalahkan, karena gula yang terlalu sedikit sehingga memberi rasa kopi pahi...


Jika kopi terlalu pahit, siapa yang salah? Gula lah yang disalahkan, karena gula yang terlalu sedikit sehingga memberi rasa kopi pahit. Jika kopi terlalu manis, siapa yang disalahkan? Gula! Karena gula yang terlalu banyak sehingga memberi rasa kopi terlalu manis. Sungguh merana nasib gula, disaat tinggi diabaikan, disaat rendah dijatuhkan. Meski begitu, gula merupakan komoditas yang tak luput dari konsumsi sehari-hari masyarakat di seluruh dunia, khususnya di Indonesia.
Sarapan pagi dengan bubur ayam dan tak lupa dengan teh ataupun kopi manis. Di saat waktu makan siang belum tiba tetapi lapar sudah menyerang, maka kebanyakan orang Indonesia akan mencari cemilan manis dan juga mengenyangkan, misalnya donat. Kemudian untuk makan siang, makanannya dapat bervariasi tetapi untuk makanan penutup diakhiri dengan es krim, camilan manis yang sesuai dengan cuaca terik di Indonesia. Untuk makan malam, banyak orang yang tidak makan makanan berat tetapi lebih memilih untuk menyantap kudapan, misalnya martabak.
Gula acapkali menjadi bahan teratas dalam resep kudapan manis. Meski gula yang sering kita jumpai di warung kelontong adalah gula pasir, ternyata gula memiliki berbagai jenis loh, diantaranya ada gula pasir, brown sugar atau gula cokelat, gula merah, gula aren dan gula halus. Dari kelima jenis gula ini, gula pasir merupakan jenis gula yang paling umum diketahui dan yang paling banyak dikonsumsi di Indonesia. Gula pasir adalah gula hasil kristalisasi cairan tebu yang membentuk serbuk serbuk seperti pasir. Gula pasir umumnya berwarna putih namun ada juga yang berwarna kekuningan atau sedikit coklat.
Pasalnya, konsumsi gula pasir pada tahun 2014, 2015, 2016, 2017, yaitu sebesar 1,229 ons, 1,305 ons, 1,432 ons, dan 1,333 ons. Angka ini lebih tinggi dibandingkan dengan rata-rata konsumsi gula merah per kapita seminggu di Indonesia yang hanya sebesar 0,099 ons, 0,136 ons, 0,149 ons, dan 0,129 ons. Meski lebih tinggi dari gula merah, konsumsi gula putih di Indonesia masih masuk ke kategori wajar, yaitu di bawah ambang batas yang disarankan Kementerian Kesehatan per orang per minggu tidak lebih dari 3,5 ons (28 sendok makan).
Proyeksi penduduk Indonesia tahun 2017 adalah sebesar 261,8609 juta jiwa, sehingga diperkirakan konsumsi gula pasir tahun 2017 adalah 3,37 juta ton, sedangkan luas area perkebunan tebu dari tahun 2013 hingga 2017 terus menurun begitu pula dengan produksi gula pasir di Indonesia yaitu hanya mampu menghasilkan 2,19 juta ton. Sehingga dibutuhkan tambahan gula pasir impor untuk memenuhi kebutuhan konsumsi dan kebutuhan industri.
Untuk memenuhi kebutuhan konsumsi gula pasir di Indonesia, Indonesia melakukan impor gula dari berbagai negara. Berikut adalah lima negara yang melakukan ekspor ke Indonesia dengan jumlah volume terbesar yaitu Thailand (2,4 juta ton), Brazil (1 juta ton), Australia (6 ratus ribu ton), Cuba (seratus ribu ton), dan Guatemala (94 ribu ton).
Jika kita melihat volume impor gula lima tahun terakhir, pada tahun 2013 yaitu sebesar 3,3 juta ton dengan nilai impornya yaitu sebesar US$ 1,73 miliar. Kemudian mengalami penurunantotal impor gula dengan nilai yang signifikan pada tahun 2014, sekaligus menjadi tahun dimana impor gula berada pada angka terendah yaitu sebesar 2,9 juta ton dengan nilai impor sebesar US$ 1,31 miliar. Kemudian mengalami peningkatan lagi pada tahun 2015, dengan total nilai impor sebesar 3,3 juta ton dan nilai impornya sebesar US$ 1,25 miliar. Pada tahun 2016 yaitu sebesar 4,7 juta ton dengan nilai US$ 2,08 miliar. Terjadi penurunan impor gula pada tahun 2017 jika dibandingkan dari tahun sebelumnya, total volume impor gula adalah sebesar 4,4 juta ton dengan nilai impornya mencapai US$ 2,07 miliar. Meski terjadi penurunan volume impor gula, pada tahun 2017 Indonesia menempati urutan pertama sebagai negara pengimpor gula terbesar di dunia.
Sementara untuk eskpor gula pada lima tahun terakhir adalah sebagai berikut. Pada tahun 2015 total volume ekspor gula sebanyak 514 ton, dengan nilai ekspor sebesar US$ 764 ratus juta. Kemudian pada tahun 2014, mengalami peningkatan ekspor gula yaitu dengan volume sebesar 806 ton dengan nilai ekspornya US$ 1,1 miliar. Kemudian ekspor gula kembali meningkat pada tahun 2016 menjadi sebesar 814 ton dengan nilai ekspor gula sebesar US$ 1,2 miliar. Pada tahun 2016, ekspor gula meningkat pesat menjadi 1.200 ton dengan nilai ekspornya 709 juta. Kemudian pada pada tahun 2017 mengalami peningkatan pesat, dengan total volume ekspor gula adalah sebesar 2 ton dengan nilai ekspor US$ 2,6 miliar.
Tentu jumlah volume ekspor gula Indonesia masih jauh tertinggal jika dibandingkan dengan volume impor gula. Hal ini dikarenakan produksi gula di Indonesia yang belum cukup untuk memenuhi kebutuhan konsumsi gula. Salah satu penyebabnya adalah berkurangnya luas lahan perkebunan tebu Indonesia. berdasarkan data dari BPS, pada tahun 2013 total luas lahan perkebunan tebu di Indonesia seluas 470 ribu hektar, tetapi pada tahun 2017 lahan tersebut telah berkurang menjadi hanya seluas 420 ribu hektar dengan produksi 2.363.042 juta ton yang tersebar di Provinsi Sumatera Utara, Provinsi Sumatera Selatan, Provinsi Lampung, Provinsi Jawa Barat, Provinsi Jawa Tengah, Provinsi DI Yogyakarta, Provinsi Jawa Timur, Provinsi Nusa Tenggara Barat, Provinsi Sulawesi Selatan dan Provinsi Gorontalo.
Untuk menekan impor gula, produksi gula dalam negeri haruslah dapat memenuhi kebutuhan konsumsi masyarakat Indonesia. Ketua Umum Dewan Pembina DPP Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI) Arum Sabil mengatakan bahwa penyebab produktivitas dan rendemen yang rendah, mulai dari pupuk yang kadang datang tidak tepat waktu dan semakin sulitnya pendistribusian air akibat irigasi yang buruk.
Seolah menjawab permasalahan ini,  Litbang Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat membuat sebuah inovasi yaitu teknologi jaringan irigasi sistem perpipaan. Irigasi perpipaan adalah sistem irigasi yang penyalurannya menggunakan bahan pipa sebagai sarana pendistribusian air yang lebih efisien dan kehilangan air di sepanjang saluran dapat diminimalkan. Untuk permasalahan pupuk dilansir dari publikasi Kementrian Pertanian seringkali terjadi kelangkaan pupuk, terutama pupuk urea. Hal ini dikarenakan Harga Eceran Tertinggi (HET) yang dikeluarkan oleh pemerintah jauh lebih rendah dibanding harga pupuk yang ada di kios eceran. Rupanya HET tersebut tidak lagi realistis, alias tidak sesuai dengan keadaan di lapangan sebenarnya. Dibutuhkan kajian lebih lanjut terkait penetapan Harga Eceran Tertinggi (HET) tersebut.
Tidak hanya meningkat produksi tebu, tetapi juga harus ada peningkatan produktivitas yaitu dari segi pengubahan tebu menjadi gula. Pemerintah tentunya harus mengalokasikan dana untuk revitalisasi pabrik gula ini, karena revitalisasi pabrik gula merupak sebuah investasi jangka panjang dalam peningkatan produksi gula. Berdasarkan hasil wawancara Koran Kontan dengan Deputi Bidang Usaha Industri Agro dan Farmasi Kementerian BUMN, Wahyu Kuncoro mengatakan, revitalisasi yang dilakukan meliputi peningkatan efisiensi, kapasitas giling, perbaikan kualitas gula, hingga hilirisasi produk.
Di saat produksi tebu lokal sudah mampu memenuhi kebutuhan konsumsi tebu, dan juga produktivitas pabrik gula sudah efisien akibat revitalisasi pabrik gula, maka rendemen gula pun akan semakin besar. Hal ini diharapkan dapat memacu semangat petani tebu untuk terus berbudidaya tanaman tebu.
Nama : Devi Novanti
Kontak : 089531949608

Reponsive Ads